kekerasan terhadap anak
Belakangan ini, kasus
kekerasan terhadap anak muncul dengan sangat mengejutkan. Mutilasi dan
pedofilia, perdagangan anak lewat Facebook, mempekerjakan anak di bawah umur,
dan kekerasan seksual
terhadap anak, muncul secara beruntun di negara yang diakui sebagai negara
beradab ini.
Fakta Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menunjukkan, lebih dari 100 pengaduan setiap bulan mereka terima atas berbagai kasus pelanggaran hak anak selama tahun 2009. Total, Komnas menerima laporan pengaduan sepanjang tahun itu mencapai 1.998 kasus.
Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2008, yakni 1.736 kasus. Bentuk pelanggarannya pun makin kompleks dengan beragam modus.
“Fakta dan data yang dilaporkan masyarakat ke Kom¬nas Perlindungan Anak makin kompleks, di luar akal sehat manusia dan tidak bisa ditoleransi,” tegas Sekretaris Jenderal Komnas PA Ariest Merdeka Sirait dalam diskusi Kekerasan terhadap Anak: Siapa yang Bertanggung Jawab yang diselenggarakan Centre for Dia¬lo¬gue and Coo¬peration among Civilisations (CDCC), di Ja¬karta, Kamis (11/2) pekan lalu.
Hasil survei Organisasi Bu¬ruh Internasional atau Inter¬national Labour Organizations (ILO) dan Badan Pusat Sta¬tis¬tik (BPS) terbaru tentang pekerja anak di Indonesia, juga sangat mencengangkan. Dari 58 juta anak berusia 5-17 tahun, sebanyak 4,05 juta atau 6,9% masuk ketegori anak bekerja. Dari jumlah keseluruhan anak yang bekerja, sebanyak 1,76 juta atau 43,3% merupakan pekerja anak.
Dari keseluruhan anak yang bekerja, ada 48,1 juta anak atau 81% bersekolah dan 24,3 juta atau 41,2% terlibat dalam pekerjaan rumah dan 6,7 juta atau 11,4% anak tergolong idle, yaitu tidak bersekolah, tidak membantu di rumah, dan tidak bekerja.
Anak yang bekerja umumnya masih bersekolah, bekerja tanpa dibayar di berbagai bi¬dang industri, jasa, dan pertanian. Siapa bisa menoleransi kasus kekerasan yang terjadi pada anak? Anak begitu mu¬dah dieksploitasi orang de¬wa¬sa, di jalanan, di rumah mau¬pun di sekolah. Kita melihat anak mendapat caci maki, pemaksaan, pemerasan, dan berbagai cara lainnya.
Angka-angka yang terpapar menunjukkan betapa memprihatinkannya kondisi anak Indonesia. Trihadi Saptoadi, Direktur World Vision Indonesia (WVI) bahkan menegaskan, kekerasan atau pelanggaran hak anak layak disebut tragedi kemanusiaan.
Kekerasan terhadap anak-anak adalah perilaku yang bersifat tindak penganiayaan yang dilakukan orang tua [dewasa] terhadap anak-anak [usia 0 - 18 tahun, atau sepanjang mereka masih berstatus anak secara hukum]. Pada umumnya, masyarakat berbendapat bahwa kehadiran anak [dan anak-anak] dalam keluarga merupakan berkat dan karunia dari TUHAN kepada pasangan suami-isteri.
Mereka merupakan titipan TUHAN Yang Maha Kuasa kepada ayah dan ibunya. Oleh sebab itu, anak wajib dijaga dan dilindungi, karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.
Hampir semua anak [dan anak-anak] dilahirkan karena keinginan ayah-ibunya [ini juga berarti, ada anak yang dilahirkan di luar rencana]. Walaupun ada penyebutan anak di luar nikah, lebih bermakna anak yang dilahirkan sebelum sang ibu menikah; sedangkan perbuatan yang menjadikan anak itu ada, merupakan tindakan yang penuh kesadaran.
Proses pertumbuhan dan perkembangan anak [misalnya bertambah besar, pintar, dan lain-lain] di tengah keluarganya, sangat berkaitan dengan berbagai faktor yang saling melengkapi satu sama lain. Semuanya itu, sekaligus menjadikan anak mampu berinteraksi dengan hal-hal di luar dirinya [misalnya orang tua, adik-kakak, teman sebaya, tetangga, sekolah, masyarakat, dan lain-lain]. Interaksi itu ditambah dengan bimbingan serta perhatian utuh dari orang tua menghasilkan berbagai perubahan, pertumbuhan, perkembangan pada anak, menyangkut fisik, psikhis, sosial, rohani, dan intelektual, pola pikir, cara pandang, dan lain-lain.
Kekerasan terhadap Anak Kebanyakan Dilakukan Orang Dekat
Ilustrasi korban pelecehan seksual. (sumber: ANTARA FOTO)
Depok - Laporan tentang kekerasan terhadap anak yang diterima Komnas Perlindungan Anak (PA) terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan penyelidikan, pelaku kekerasan terhadap anak justru dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan korban.
Ketua Komisi Nasional (Komnas) PA Arist Merdeka Sirait menyebutkan, di tahun 2011 ada 2.509 laporan kekerasan terhadap anak, sekitar 59% di antaranya adalah kekerasan seksual. Sementara tahun 2012 diterima 2.637 laporan, dengan 62 persen di antaranya adalah kekerasan seksual.
Angka-angka ini, menurut Arist, tak mencerminkan situasi perlindungan anak yang sesungguhnya, karena ia menduga kenyataan di lapangan angka kekerasan seksual pada anak jauh lebih tinggi.
"'Puncak gunung esnya' belum tampak, karena tingginya kasus kekerasan pada anak sampai sekarang tetap tak terlihat," terang Arist.
ZC bocah berusia sembilan tahun, misalnya, dua pekan lalu melaporkan diperkosa ayah tirinya ke Komnas PA. Begitu pula PD, gadis berusia 18 tahun yang belum lama ini mendatangi Polres Jakarta Timur untuk melaporkan perbuatan ayahnya, DP (42 tahun). Kepada penyidik PD mengungkap, sudah diperkosa oleh ayahnya sejak berusia 13 tahun.
Kasus kekerasan seksual paling tragis menimpa RI, bocah 11 tahun yang akhirnya meninggal setelah hampir sepekan kritis di RS Persahabatan. Dalam penjelasan resminya tim dokter RSPP menyatakan anak itu meninggal akibat radang otak yang ditandai dengan demam tinggi, kejang, dan koma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar