1.
Mitos Bisnis Amoral
Ungkapan
lain dari etika bisnis menurut De George disebut sebagai Mitos Bisnis Amoral.
Ungkapan atau mitos ini menggambarkan dengan jelas anggapan atau keyakinan
orang bisnis, sejauh mereka menerima mitos seperti itu, tentang dirinya,
kegiatannya, dan lingkungan kerjanya.
Bagi orang bisnis yang menginginkan agar bisnisnya bertahan lama dan sukses tidak hanya dari segi material tapi dalam arti seluas-luasnya, mitos tersebut sulit dipertahankan.
Berikut adalah sebagai pengibaratan bahwa mitos amoral sama sekali tidak benar:
Bagi orang bisnis yang menginginkan agar bisnisnya bertahan lama dan sukses tidak hanya dari segi material tapi dalam arti seluas-luasnya, mitos tersebut sulit dipertahankan.
Berikut adalah sebagai pengibaratan bahwa mitos amoral sama sekali tidak benar:
- Bisnis
memang sering diibaratkan sebagai judi bahkan sudah dianggap sebagai
semacam judi atau permainan penuh persaingan yang ketat
- tidak
sepenuhnya benar bahwa sebagai sebuah permainan (judi), dunia bisnis
mempunyai aturan main sendiri yang berbeda sama sekali dari aturan yang
berlaku dalam kehidupan sosial pada umumnya.
- Harus
dibedakan antara legalitas dan moralitas
- Etika
harus dibedakan dari ilmu empiris. Dalam ilmu empiris, suatu gejala atau
fakta yang berulang terus dan terjadi diman-mana menjadi alasan yang sah
bagi setiap manusia untuk menarik sebuah teori atau hukum ilmiah yang sah
dan berlaku universal.
- Pemberitaan,
surat pembaca, dan berbagai aksi protesyang terjadi dimana-mana untuk
mengancam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis, atau mengecam
berbagai kegiatan bisnis yang tidak baik, menunjukan bahwa masih banyak
orang dan kelompok masyarakat menghendaki agar bisnis dijalankan secara
baik dan tetap mengindahkan norma-norma moral.
2. Keutamaannya
Etika Bisnis
1. Dalam bisnis modern, para pelaku bisnis dituntut
untuk menjadi orang-orang profesional di bidangnya . Perusahaan yang unggul
bukan hanya memiliki kinerja dalam bisnis,manajerial dan finansial yang baik
akan tetapi juga kinerja etis dan etos bisnis yang baik
2. Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat,maka
konsumen benar-benar raja
Kepercayaan konsumen dijaga dengan memperlihatkan
citra bisnis yang baik dan etis
3. Sasaran dan Lingkup Etika Bisnis
1. Etika bisnis bertujuan untuk menghimbau
pelaku bisnis agar menjalankan bisnisnya secara baik dan etis
2. Untuk menyadarkan masyarakat khususnya
konsumen, buruh atau karyawan dan masyarakat luas akan hak dan kepentingan
mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga
2.
Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi
yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis
A. Prinsip-prinsip
Etika Bisnis
- Prinsip
otonomi
Otonomi
adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
Orang yang
otonom adalah orang yang bebas mengambil keputusan dan tindakan serta
bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya tersebut
2. Prinsip Kejujuran
Kejujuran dalam
pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak
Kejujuran
dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding
Kejujuran
dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan
3. Prinsip Keadilan
Prinsip
keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat
dipertanggung jawabkan
4.Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini
menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua
pihak.
Dalam bisnis
yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar persaingan bisnis haruslah
melahirkan suatu win-win solution
5.Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini
dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan
agar dia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik
perusahaan
B.
Prinsip
Utama Etika Bisnis
Sony Keraf (1991) dalam buku Etika Bisnis: Mernbangun Citra Bisnis sebagai
Profesi Luhur, mencatat beberapa hal yang menjadi prinsip, dari etika bisnis.
Prinsip‑prinsip tersebut dituliskan dengan tidak melupakan kekhasan sistem
nilai dari masyarakat bisnis yang berkembang. Prinsipprinsip tersebut antara
lain
1. Prinsip Otonomi
Sikap dan kemampuan
manusia untuk bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggap
baik untuk dilakukan. Untuk bertindak secara otonom diandaikan ada kebebasan
untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan itu.
2. Prinsip Kejujuran
Sekilas
kedengarannya aneh bahwa kejujuran merupakan suatu prinsip etika bisnis. Kini
para praktisi bisnis dan manajemen mengakui bahwa kejujuran merupakan suatu
jaminan dan dasar bagi kegiatan bisnis.
3 Prinsip Keadilan
Prinsip menuntut agar kita memperlakukan orang lain
sesuai dengan haknya. Hak
orang lain perlu dihargai dan tidak boleh dilanggar.
4. Prinsip berbuat
baik dan tidak berbuat jahat.
Berbuat baik (beneficence) dan tidak
berbuat jahat (nonmaleficence) merupakan prinsip moral untuk
bertindak baik kepada orang lain dalam segala bidang. Dasar prinsip tersebut
akan membangun prinsip‑prinsip hubungan dengan sesama yang lain seperti
kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan lain sebagainya.
5. Prinsip hormat pada diri
sendiri.
Prinsip ini sama artinya dengan prinsip menghargai diri sendiri, bahwa
dalam melakukan hubungan bisnis, manusia memiliki kewajiban moral untuk
memperlakukan dirinya sebagai pribadi yang memiliki nilai sana dengan pribadi lainnya.
C. Etos Kerja
Menurut K. Bertens (1994), secara etimologis istilah
etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti “tempat hidup”. Mula-mula tempat
hidup dimaknai sebagai adat istiadat atau kebiasaan. Sejalan dengan waktu, kata
etos berevolusi dan berubah makna menjadi semakin kompleks. Dari kata yang sama
muncul pula istilah ethikos yang berarti “teori kehidupan”, yang
kemudian menjadi “etika”.
Dalam bahasa Inggris, etos dapat diterjemahkan menjadi
beberapa pengertian antara lain starting point, to appear, disposition
hingga disimpulkan sebagai character. Dalam bahasa Indonesia kita
dapat menterjemahkannya sebagai “sifat dasar”, “pemunculan” atau “disposisi
(watak)”.
Webster Dictionary mendefinisikan etos sebagai guiding
beliefs of a person, group or institution. Etos adalah keyakinan yang
menuntun seseorang, kelompok atau suatu institusi.
Sedangkan dalam The American Heritage Dictionary of
English Language, etos diartikan dalam dua pemaknaan, yaitu:
- The
disposition, character, or attitude peculiar to a specific people, culture
or a group that distinguishes it from other peoples or group, fundamental
values or spirit, mores. Disposisi, karakter, atau sikap khusus orang,
budaya atau kelompok yang membedakannya dari orang atau kelompok lain,
nilai atau jiwa yang mendasari, adat-istiadat.
- The
governing or central principles in a movement, work of art, mode of
expression, or the like. Prinsip utama atau pengendali dalam suatu
pergerakan, pekerjaan seni, bentuk ekspresi, atau sejenisnya.
Dari sini dapat kita peroleh pengertian bahwa etos
merupakan seperangkat pemahaman dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang secara
mendasar mempengaruhi kehidupan, menjadi prinsip-prinsip pergerakan, dan cara
berekspresi yang khas pada sekelompok orang dengan budaya serta keyakinan yang
sama.
Menurut Anoraga (2009), etos kerja merupakan suatu
pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Bila
individu-individu dalam komunitas memandang kerja sebagai suatu hal yang luhur
bagi eksistensi manusia, maka etos kerjanya akan cenderung tinggi. Sebaliknya
sikap dan pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah bagi
kehidupan, maka etos kerja dengan sendirinya akan rendah.
Menurut Sinamo (2005), etos kerja adalah seperangkat
perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen
total pada paradigma kerja yang integral. Menurutnya, jika seseorang, suatu
organisasi, atau suatu komunitas menganut paradigma kerja, mempercayai, dan
berkomitmen pada paradigma kerja tersebut, semua itu akan melahirkan sikap dan
perilaku kerja mereka yang khas. Itulah yang akan menjadi budaya kerja.
Sinamo (2005) juga memandang bahwa etos kerja
merupakan fondasi dari sukses yang sejati dan otentik. Pandangan ini
dipengaruhi oleh kajiannya terhadap studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber
di awal abad ke-20 dan penulisan-penulisan manajemen dua puluh tahun belakangan
ini yang semuanya bermuara pada satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan di
berbagai wilayah kehidupan ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku
kerja. Sebagian orang menyebut perilaku kerja ini sebagai motivasi, kebiasaan (habit)
dan budaya kerja. Sinamo lebih memilih menggunakan istilah etos karena
menemukan bahwa kata etos mengandung pengertian tidak saja sebagai perilaku
khas dari sebuah organisasi atau komunitas, tetapi juga mencakup motivasi yang
menggerakkan mereka, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode
etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi-aspirasi,
keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip, dan standar-standar.
Melalui berbagai pengertian diatas baik secara
etimologis maupun praktis dapat disimpulkan bahwa etos kerja merupakan
seperangkat sikap atau pandangan mendasar yang dipegang sekelompok manusia
untuk menilai bekerja sebagai suatu hal yang positif bagi peningkatan kualitas
kehidupan, sehingga mempengaruhi perilaku kerjanya.
D. Realisasi Moral Bisnis
Etika merupakan
ilmu tentang norma-norma, nilai-nilai dan ajaran moral, sedangkan moral adalah
rumusan sistematik terhadap anggapan-anggapan tentang apa yang bernilai serta
kewajiban-kewajiban manusia. Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah
manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki
nilai positif.
E. Pendekatan-Pendekatan Stakeholder
Pendekatan Skateholder merupakan sebuah pendekatan baru yang banyak
digunakan, khususnya dalam etika bisnis, belakangan ini dengan mencoba
mengintegrasikan kepentingan bisnis disatu pihak dan tuntutan etika dipihak
lain. Dalam hal ini, pendekatan stakeholder adalah cara mengamati dan
menjelaskan secara analitis bagaimana berbagai unsur dipengaruhi dan
mempengaruhi keputusan dan tindakan bisnis. Pendekatan ini lalu terutama
memetakan hubungan – hubungan yang terjalin dalam kegiatan bisnis pada umumnya
untuk memperlihatkan siapa saja yang punya kepentingan, terkait, dan terlibat
dalam kegiatan bisnis pada umumnya itu. Pada akhirnya, pendekatan ini
memepunyai satu tujuan imperatif: bisnis harus dijalankan sedemikian rupa agar
hak dan kepentingan semua pihak terkait yang berkepentingan (stakeholder)
dengan suatu kegiatan bisnis dijamin, diperhatikan, dan dihargai. Sekaligus
dengan pendekatan ini bisa dilihat secara jelas bagaimana prinsip-prinsip etika
bsinis yang dibahas dalam bab ini menemukan tempatnya yang relevan dalam
interaksi bisnis dari sebuah perusahaan dengan berbagai pihak terkait.
Dasar pemikirannya adalah bahwa semua pihak yang punya kepentingan dalam
suatu kegiatan bisnis terlibat didalamnya karena ingin memperoleh keuntungan,
maka hak dan kepentingan mereka harus di perhatikan dan dijamin. Yang menarik,
pada akhirnya pendekatan stakeholder bermuara pada prinsip minimal yang telah
disebutkan di depan: tidak merugikan hak dan kepentingan manapun dalam suatu
kegiatan bisnis. Ini berarti, pada akhirnya pendekatan stakeholder menuntut
agar bisnis papun perlu dijalankan secara baik dan etis justru demi menjamin
kepentingan semua pihak yang terkait dalam bisnis tersebut. Yang juga menarik
adalah bahwa sama dengan prinsip no harm., pendekatan ini pun memperlihatkan
secara sangat gamblang bahwa pada akhirnya pendekatan ini ditempuh demi kepentingan
bisnis perusahaan yang bersangkutan. Artinya, supaya bisnis dari perusahaan itu
dapat berhasil dan tahan lama, perusahaan manapun dalam kegiatan bisnisnya
dituntut, atau menuntut dirinya, untuk menjamin dan menghargai hak dan
kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnisnya. Karena salah satu saja
dari pihak-pihak yang berkepentingan dan terlibat didalamnya dirugikan, pihak
tersebut tidak akan mau lagi menjalin bisnis dengan perusahaan tersebut.
Pada umumnya ada dua kelompok stakeholder:
1. Kelompok primer; kelompok primer terdiri dari pemilik modal atau
saham, kreditor, karyawan, pemasuk, konsumen, penyalur, dan pesaing atau rekan.
2. Kelompok sekunder; terdiri dari pemerintah setempat, masyarakat pada
umumnya, dan masyarakat setempat. Yang paling penting diperhatikan dalam suatu
kegiatan bisnis tentu saja adalah kelompok primer karena hidup matinya,
berhasil tidaknya bisnis suatu perusahaan sangat ditentukan oleh relasi yang
saling menguntungkan yang dijalin dengan kelompok tersebut. Yang berarti demi
keberhasilan dan kelangsungan bisnis suatu perusahaan, perusahaan tersebut
tidak boleh merugikan satupun kelompok stakeholder primer diatas. Dengan kata
lain, perusahaan tersebut harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis
dengan kelompok tersebut; jujur, bertanggung jawab dalam penawaran barang dan
jasa, bersikap adil terhadap mereka, dan saling menguntungkan satu sama lain.
Disinilah kita menemukan bahwa prinsip etika menemukan tempat penerapannya yang
paling konkret dan sangat sejalan dengan kepentingan bisnis untuk mencari
keuntugan.
3. Etika
utilitarinisme dalam bisnis
1.
Kriteria dan prinsip etika utilitarisme
Dalam kerangka
etika utilitarianisme dapat dirumuskan 3 kriteria objektif sekaligus norma
untuk menilai suatu kebijaksanaan atau tindakan.
-
Kriteria pertama adalah manfaat,
yaitu nahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat atau
kegunaan tertentu. Jadi, kebijaksanaan atau tindakan yang baik adalah yang
menghasilkan hal yang baik. Sebaliknya, kebijaksaaan atau tindakan yang tidak
baik adalah yang mendatangkan kerugian tertentu.
-
Kriteria kedua adalah manfaat terbesar, yaitu
bahea kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar (atau
dalam situasi tertentu lebih besar) dibandingkan dengan kebijaksanaan atau
tindakan alternatif lainnya. Kalau yang dipertimbangkan adalah soal akibat
baik dan akibat buruk dari
suatu kebijaksanaan atau tindaka, maka suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau mendatangkan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan kerugian. Atau dalam situasi tertentu ketika kerugian tidak bisa dihindari, dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan kerugian terkecil (termasuk bila dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan atau tindakan alternatif).
suatu kebijaksanaan atau tindaka, maka suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau mendatangkan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan kerugian. Atau dalam situasi tertentu ketika kerugian tidak bisa dihindari, dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan kerugian terkecil (termasuk bila dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan atau tindakan alternatif).
-
Kriteria ketiga berupa manfaat terbesar bagi
sebanyak mungkin orang. Jadi, suatu kebijaksaan atau tindakan dinilai baik
secara moral kalau tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan
kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
Sebaliknya, kalau ternyata suatu
kebijaksanaan atau tindakan tidak bisa mengelak dari kerugian, maka kebijaksanaan atau tindakan itu dinilai baik kalau membawa kerugian yang sekecil mungkin bagi sesedikit mungkin orang.
kebijaksanaan atau tindakan tidak bisa mengelak dari kerugian, maka kebijaksanaan atau tindakan itu dinilai baik kalau membawa kerugian yang sekecil mungkin bagi sesedikit mungkin orang.
2.
Nilai Positif Etika Utilitarianisme
Pertama, dalam menjalankan suatu
bisnis faktor – faktor yang harus dilihat pertama kali adalah pelaku bisnis
haruslah rasionalitas agar bisnis yang dijalankan tidak menimbulkan suatu
masalah yang besar.
Kedua, utilitarianisme sangat
menghargai kebebasan setiap perilaku moral.
Ketiga, nilai positif yang terkandung dalam etika utilitarianisme bersifat menyuluruh (universal) dan berlaku oleh siapa pun, kapan pun, dan dimana pun pelku bisnis itu berada.
Ketiga, nilai positif yang terkandung dalam etika utilitarianisme bersifat menyuluruh (universal) dan berlaku oleh siapa pun, kapan pun, dan dimana pun pelku bisnis itu berada.
3.
Utilitarianisme sebagai proses dan
standar penilaian
Pertama, etika
utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan,
kebijaksanaan atau untuk bertindak terhadap suatu pemecahan masalah.
Kedua, etika utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan
Kedua, etika utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan
4.
Analisa Keuntungan dan Kerugian
- Pertama,
keuntungan dan kerugian, cost and benefits, yg dianalisis tidak dipusatkan
pd keuntungan dan kerugian perusahaan.
- Kedua,
analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dlm kerangka uang.
- Ketiga,
analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang
Langkah konkret yang perlu
diambil dalam membuat kebijaksanaan bisnis , berkaitan dengan Analisis
keuntungan dan kerugian :
- Mengumpulkan dan mempertimbangkan alternatif
kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sebanyak-banyaknya.
- Seluruh alternatif pilihan dalam analisis
keuntungan dan kerugian, dinilai berdasarkan keuntungan yg menyangkut
aspek-aspek moral.
- Analisis Neraca keuntungan dan kerugian perlu
dipertimbangkan dalam kerangka jk panjang.
5.
Kelemahan Etika Utilitarianisme
- Pertama,
manfaat merupakan konsep yg begitu luas shg dalam kenyataan praktis akan
menimbulkan kesulitan yg tidak sedikit
- Kedua,
etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pd
dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh
berkaitan dg akibatnya.
- Ketiga,
etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang
- Keempat,
variabel yg dinilai tidak semuanya dpt dikualifikasi.
- Kelima,
seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan,
maka akan ada kesulitan dlam menentukan proiritas di antara ketiganya
- Keenam,
etika utilitarisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan
demi kepentingan mayoritas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar